INDUSTRI NASIONAL MENGHADAPI MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA)
I.
PENDAHULUAN
Masyarakat Ekonomi ASEAN, MEA (Asean
Econimics Community, AEC) termasuk Indonesia di dalamnya, telah membentuk
kesepakatan pasar bebas di tingkat regional Asia Tenggara, yang disebut Asean
Free Trade Agreement (AFTA) sebagai bentuk penjabaran dari GATS di tingkat
dunia. AEC Blueprint menetapkan agenda implementasi AFTA untuk seluruhsektor
jasa (services), efektif berlaku tahun 2015. Dengan demikian pada tahun 2015
dimulai arus bebas pergerkan tenaga kerja sektor jasa termasuk pustakawan antar
negara Asia Tenggara (ASEAN, 2008). Pada tahun 2015 pula otomatis Pustakawan
Indonesia mulai berhadapan dengan pesaingan di tingkat ASEAN dan dunia.
ISO
(Internasional Organization for Standarization) sebagai suatu Organisasi
Internasional untuk Standarisasi bersama IEC (Internasional Electrotechnical
Commission) telah menerbitkan standar internasional tentang persyaratan umum
untuk badan akreditasi dan lembaga sertifikasi personel. Indonesia juga telah
menjadi anggota ISO, dan telah mengadopsi secara identik standar Internasional
tersebut menjadi Standar Nasional Indonesia SNI ISO/IEC Penilaian Kesesuaian –
Persyaratan umum badan akreditasi dalam mengakreditasi lembaga penilaian
kesesuaian (BNS,2011), dan SNI ISO/IEC Pemilaian kesesuaian – Persyaratan umum
untuk lembaga sertifikasi personel, dengan kata lain SNI telah harmonis/selaras
dengan Standar Internasioanl. Standar ini telah dikembangkan dengan tujuan
untuk mencapai dan mempromosikan kesetaraan lembaga sertifikasi personel secara
global. Sertifikasi personel adalah salah satu cara untuk memberikan jaminan
bahwa personel secara global. Selain itu, standar ini dapat digunakan sebagai
dasar pengakuan lembaga sertifikasi personel dan skema sertifikasinya, guna
memfasilitasi keberterimaannya pada tingkat nasional dan internasional. Saling
pengakuan dan lembaga sertifikasi personel dan skema sertifikasinya, guna
memfasilitasi keberterimaannya pada tingkat nasional dan internasional. Saling
pengakuan dan pertukaran personel ditingkat global biaya dapat diwijidkan
melalui harmonisasi sistem pengembangan dan pemeliharaan skema sertifikasi
personel.
Pada
saat ini Indonesia telah berdiri Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) yang
dibentuk berdasarkan peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2004 atas amanat UU No.
12 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. BSNP merupakan badan yang berwenang atas
sertifikasi kompetensi tenaga kerja. Dalam melaksanakan tugasnya BNSP dapat
mendegelasi tugasnya kepada Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) dengan sistem
lisensi. Dengan lisensi dari BNSP, maka Lembaga Sertifikasi Profesi Pustakawan
(LSPP) dapat melaksanakan uji kompetensi pustakawan, dam menerbitkan sertifikasi
kompetensi pustakawan. Acuan penilian kompetensi bisa berupa Standar Kompetensi
Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) yang ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi (Menakertrans), atau standar internasional atau standar khusus
yang telah diverifikasi (Supriyanto,2012). Diperkuat dengan persyaratan dalam
pedoman BNSP 202 Rev-2-2009 bahwa “Sertifikasi adalah proses pemberian
sertifikat yang dilakukan secara sistematis dan objektif melalui asesmen kerja
nasional Indonesia dan/atau internasional” (Kismiyati,2011). Maka acuan
sertifikasi dapat pula merupakan standar internasional apabila asesmen
dilakukan untuk level internasional.
II.
ISI
Sehubungan dengan perkembangan kepada
era globalisasi dalam perkembangan ekonomi dunia, dengan titik berat perkembangan
industri yang berorientasi ekspor. Tingkat daya saing komoditi ekspor suatu
negara atau industri dapat dianalisis dengan berbagai macam metode atau dikur
dengan sejumlah indikator. Tiga di antaranya adalah revaled comparative advatage
dan real effective exchange rate. Selain itu, hasil laporan tahunan dari World
Econornic Forum (WEF) mengenai global competitiveness juga akan dibahas secara
garis besarnya.
1.
Revealed
Comparative Advantage (RCA)
Seperti
banyak NSB lainnya, Indonesia memiliki keunggulan komparative dalam produksi
barang – barang manufaktur yang sumber daya atau faktor – faktor produksi utama
berlimpah di dalam negeri seperti : tenaga kerja (berpendidikan rendah), tanah
dan berbagai macam bahan baku (SDA). Namun, pesatnya kemajuan teknologi (yang
merupakan salah satu komponen penting dari keunggulan kompetitif) dan di tambah
lagi dengan usaha – usaha yang dilakukan perushaan perusahaan – perusahaan di
NIM selama ini untuk menghemat pemakai tenaga kerja dan bahan baku bisa
mengancam atau bahkan menghilangkan keunggulan komparatif dari produk – produk
ekspor NSB, termasuk Indonesia. Usaha – usaha penghematan tersebut di lakukan
dengan cara mengubah pola proses produksi di subsektor – subsektor tertentu
misalnya di subsektor kendaraan bermotor dengan menerapkan sistem otomatisasi
(tenaga kerja di subtitusi dengan mesin atau robot), dan menerapkan metode –
metode bio teknologi dan pemakaian material – material baru yang menghemat atau
sama sekali tidak lagi memerlukan SDA.
2.
Real
Effective Exchange rate (REER)
Real
Effective Exchange rate atau nilai tukar efektif rill (REER) juga sering
digunakan sebagai salah satu indeks untuk mengukur tingkat daya saing ekspor
suatu negara. Nilai tukar rill adalah nilai tukar nominal dibagi rasio indeks
harga di dalam negeri dan di luar negeri (negara mitra dagang). Nilai tukar
rill dapat di definisikan sebagai daya beli relative dari output domestik,
yakni harga dari barang luar negeri (import) yang diukur dalam bentuk barang
domestik (ekspor). Jika laju pertumbuhan inflasi di Indonesia lebih pesat di
bandingkan AS, dengan asumsi bahwa nilai tukar nominal (V) rupiah terdapat
dolar AS tetap tidak berubah, maka nilai tukar rill (V) rupiah terdapat dolar
AS mengalami penurunan, atau nilai rupiah secara rill mengalami apresiasi.
Sejak nilai tukar suatu mata uang misalnya rupiah dapat mengalami depresiasi
(melemah) atau apresiasi (menguat) terhadap sejumlah mata uang asing (seperti
dolar AS dan yen Jepang), maka yang di hitung adalah nilai tukar efektifnya
nilai tukar efektif adalah nilai rata- rata dari nilai tukar antara uang
domestik dengan uang – uang dari negara – negara mitra dagang terpentingnya.
3.
Daya
Saing Global
World
Economic Forum (WEF) yang bermarkas di Geneva (swiss) setiap tahun
mengembangkan dan menerbitkan Global Competitiveness Index (GCI). Berbeda
dengan indeks – indeks yang telah dibahas sebelumnya, GCI ini tidak mengukur
tingkat daya saing ekspor secara eksplisit. Tetapi tingkat daya saing suatu
ekonomi atau negara. Namun demikian, indeks ini dapat digunakan sebagai salah
satu alat untuk mengukur secara tidak langsung tingat daya saing ekspor
manufaktur Indonesia. GCI adalah suatu indeks gabungan dari sejumlah indikator
ekonomi yang telah teruji secara empiris memiliki suatu korelasi positif dengan
pertumbuhan ekonomi (PDB) untuk jangka menengah dan panjang berarti juga secara
teoritis/hipotesis mempunyai suatu korelasi positif dengan kinerja atau tingkat
daya sang ekspor. Dalam mengembangkan indeks tersebut digunakan dua macam data
yaitu : data kuantitatif dan data kualitatif. Jenis data pertama mengenai
kinerja ekonomi (laju pertumbuhan PDA, pertumbuhan ekspor dan investasi),
kapasitas teknologi, dan kondisi infrastruktur di teliti, sedangkan jenis data
ke dua adalah informasi yang di dapat lewat survei (the executive opinion
survey) terhadap sejumlah perusahaan di negara – negara yang di teliti. Tujuan
survei adalah untuk mengukur persepsi pribadi para manager eksekutif atau
pemilik atau memimpin perusahaan mengenai negara mereka yang ada di kaitannya
dengan daya saing, yang tidak dapat diukur dengan data kuantitatif (WEF, 1999).
Lingkungan strategi
yang berpengaruh
Pembangunan industri nasional sampai
akhir pelita IV menunjukan hasil – hasil yang menggembirakan. Keberhasilan
pembangunan industri itu telah mampu memberikan sumbangan dalam pembentukan
kekuatan ekonomi nasional serta memberikan dampak positif terhadap aspek
kehidupan nasional pada umumnya. Bertolak dari kebijaksanaan serta hasil – hasil
yang dicapai/pembanguna industri dalam pelita V terus dilanjutkan semakin
meningkat dan meluas/sehingga mampu berperan sebagai penggerakan utama
pembangunan. Dalam upaya ini di sadari bahwa pembangunan industri akan
menghadapi berbagai macam tantangan yang berkembang dari lingkungan yang
strategis yang memepengaruhi baik di
tingkat nasional/regional maupun tingkat intrasional. Lingkungan yang strategis
di waktu sekarang dan masa mendatang itu akan banyak membuka peluang yang dapat
di manfaatkan dalam proses industrialisasi/di samping kendala atau hambatan
yang harus di tanggulangi. Faktor – faktor lingkungan strategis itu antara lain
adalah :
1) Perkembangan internasional.
Lingkungan strategis di tingkat
nasional dan internasional menunjukakn semakin dinamisnya perubahan masyarakat.
Perubahan masyarakat terjadi dengan cepat dari masyarakat agraris menjadi
masyarakat industri untuk menjangkau masyarakat informasi. Tendensi globalisasi
aspek kehidupan/ utamanya kehidupan ekonomi serta tergesernya bangsa/dari
ideologi menjadi konflik ekonomi. Kecenderungan lingkungan strategis tersebut
menunjukan bahwa kehidupan ekonomi internasional akan penuh tantangan dan
industri nasional harus mampu mengantisipasi bagi kemajuan selanjutnya. Gelagat
konflik ekonomi perdagangan nampak pada ketimpangan neraca perdagangan antar
negara maju/utamanya Amerika Serikat dengan jepang/Amerika Serikat dengan
masyarakat ekonomi Eropa/tindakan lestriksi dan proteksi negara – negara maju
dan akan dilaksanakannya sistem pasar tunggal Eropa mulai tahun 1992 atau
cenderung akan menimbulkan pertentangan tajam antar negara maju yang berdampak
pula pada kehidupan ekonomi negara – negara berkembang. Adapun kecenderungan
perkembangan tersebut adalah meliputi :
a) Perkembangan regional di kawasan ASEAN
dan Asia Pasifik menunjukan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan dinamis. Asia
Pasifik sebagai kawasan masa depan telah membuka peluang besar bagi industri
nasional. Ekspor Indonesia di pasar Asia Pasifik mencapai 75% dari total ekspor
pada tahun 1989 atau dimana nilai ekspor hasil industri Indonesia ke wilayah
tersebut pada tahun 1988 telah mencapai 63% dari total ekspor hasil industri
Indonesia.
b) Perkembangan di kawasan lainnya yaitu
di Eropa Barat/ Eropa Timur dan Timur Tengah membuka peluang pula bagi
perkembangan industri nasional karena pangsa pasar dari komoditi industri
Indonesia di negara – negara itu saat ini masih sedikit sehingga terus masih
dapat ditingkatkan. Namun perlu pula di waspadai perkembangan Eropa di barat
(EEC) dengan akan dilaksanakan sistem pasaran tunggal Eropa tahun 1992 serta
adanya perkembangan yang sangat cepat terdapat pembaharuan di Eropa Timur.
Perubahan – perubahan itu akan semakin menyulitkan upaya – upaya terobosan
pasaran ekspor dari negara – negara berkembang karena bertambah ketat kerja
sama regional Eropa.
c) Pertumbuhan kekuatan – kekuatan
ekonomi baru yang sedang melaksanakan proses industrialisasi (Newly
Industrializing Economies/ NIE’s) seperti Korea
Selatan/Singapur/Taiwan/Hongkong/dan negara – negara Industri lainnya yang
telah mulai melakukan penyesuaian struktur produksi ke arah industri – industri
yang padat teknologi. Dalam proses ini dapat tercipta peluang – peluang baru
memulai relokasi industri – industri yang kurang dapat bersaing atau negara –
negara berkembang.
d) Seiring dengan kemajuan – kemajuan
yang telah di capai oleh negara – negara berkembang dalam pembangunan industri
atau semakin tampak kecenderungan berkembangnya persaingan antara negara
berkembang. Persaingan tajam baik dalam merebut pangsa pasaran ekspor maupun
dalam mencari sumber dana investasi dan teknologi dari negara – negara maju.
2) Perkembangan di dalam negeri.
Perkembangan
dan pertumbuhan industri nasional yang mantap dan pesat pelita IV menunjukan
bahwa permasalahan dan hambatan bagi tumbuhnya industri di dalam negeri secara
berangsur – angsur sudah dapat teratasi. Tantangan bagi pengembangan industri
nasional selanjutnya adalah lebih memantapkan peran sektor industri sebagai
penggerakan utama pembangunan dengan melanjutkan dan meningkatkan langkah –
langkah kebijaksanaan yang telah di tempuh dengan lebih memberikan perhatian
kepada perkembangan – perkembangan sebagai berikut :
a.
Kemajuan
pembangunan nasional utamanya ekonomi telah meningkat kesejahteraan hidup
masyarakat. Daya beli masyarakat yang telah bertambah besar membuka peluang
pasar yang semakin mantap bagi pengembangan industri dalam negeri.
b.
Stabilitasi
politik atau keamanan dan peran serta masyarakat akan mampu mendorong
pengembangan industri nasional yang berlangsung dalam proses industrialisasi
guna membentuk masyarakat industri dalam arti seluas – luasnya.
c.
Upaya
bangsa mewujudkan tatanan demokrasi ekonomi yang bersumber pada pasal 33 UUD
1945 memerlukan perhatian sungguh – sungguh agar pembangunan industri semakin
meningkatkan upaya perluasan kesempatan berusaha atau kesempatan kerja atau
serta upaya lainnya. Dalam rangka perwujudan pemerataan pembangunan dan hasil –
hasilnya.
d.
Wilayah
Indonesia bagian timur yang berhadapan langsung dengan kawasan Asia Pasifik
merupakan potensi besar dalam pengembangan industri nasional. Dengan dukungan
sarana dan prasarana serta iklim usaha yang cukup akan dapat di kembangkan
industri – industri pengolahan sumber daya alam yaitu industri yang
memanfaatkan :
·
Hasil
pertanian secara luas (termasuk hasil laut)
·
Hasil
hutan (termasuk pengolahan sagu)
·
Hasil
pertambangan migas dan non migas
e.
Upaya
menciptakan iklim usaha yang semakin sehat dan mendukung baik dalam aspek
kebijaksanaan atau kemudahan maupun pelayanan umum serta keterpaduan kerja
aparatur dalam pelaksanaan tugas pemerintah dan pembangunan akan mendorong
perkembangan industri nasional.
3) Pengembangan industri yang berdaya
saing kuat. Pengembangan industri di dorong ke arah industri – industri yang
berdaya saing kuat yaitu yang memnafaatkan dan dapat mengembangkan keunggulan
komparatif. Di samping itu untuk dapat memanfaatkan momentum pertumbuhan
ekonomi dewasa ini dan dalam waktu yang akan datang. Maka pengembangan industri
harus mampu memanfaatkan peluang yang tersedia, utamanya peluang pasar yang
potensial atau baik pasaran ekspor maupun pasaran dalam negeri dalam
pengembangan industri yang berdaya saing kuat tersebut atau pokok – pokoknya
adalah sebagai berikut :
a.
Peluang
pasar berdasarkan penelitian yang telah dilakukan atau peluang pasar di pasaran
internasional atau yang perlu di manfaatkan bagi pengembangan industri nasional
adalah :
·
Kawasan
Asia Pasifik atau termasuk Amerika Serikat (dapat dipantau oleh pusat pangkalan
data departemen perindustrian)
·
Masyarakat
ekonomi Eropa (dapat di pantau oleh pusat pangkalan data departemen
perindustrian)
·
Negara
– negara lain atau antara lain Timur Tengah atau Asia Selatan atau Eropa Timur
termasuk Uni Sovyet dan RRC (untuk sementara belum dapat di pantau oleh pusat
pangkalan departemen perindustrian)
b.
Industri
yang berdaya saing kuat setelah di adakan pengkajian selama 3 tahun terakhir
dan penelitian terhadap negara – negara pesaing Indonesia atau telah dapat di
indektivikasikan jenis – jenis industri yang mempunyai daya saing yang kaut dan
dapat bertahan dalam jangka waktu yang lama. Dengan dukungan teknologi tepat
guna atau industri yang mempunyai daya saing yang kuat adalah sebagai berikut :
·
Industri
yang memanfaatkan sumber daya alam
·
Industri
yang memanfaatkan sumber daya manusia
c.
Jenis
industri tersebut adalah sebagai berikut :
·
Pengolahan
sumber daya alam yang dapat diperbaharui yaitu hasil hutan, hasil pertanian,
hasil perikanan, hasil perkebunan, hasil peternakan.
·
Pengolahan
sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui yaitu hasil tambang migas dan
hasil tambang non-migas.
·
Tekstil
atau pasaran untuk non-kuota (Jepang, Eropa Timur, Timur Tengah,dll).
·
Industri
yang menerapkan teknologi tinggi yaitu pesawat terbang, elektronika, material
handal (besi baja, nikel, dll), bioteknologi, kimia adi.
·
Industri
kecil dan kerajinan.
d.
Indonesia
dapat mendorong percepatan pertumbuhan industri dengan orientasi ekspor
tersebut dengan mendorong para pengusaha untuk :
·
Mengembangkan
industri yang berdaya saing kuat tersebut sendiri atau dengan usaha patungan,
karena pada umumnya industri pada umunya berskala menengah dan kecil, sedangkan
yang berskala besar hanya beberapa jenis industri, seperti pabrik pulpen,
material handal dan sebagainya.
·
Memanfaatkan
relokasi industri dari Jepang, Korea, Taiwan, Singapura, dll, peranan,
penyediaan kawasan industri sangat penting.
·
Kerja
sama patungan dengan para pengusaha anggota MEE dan non MEE, utamanya bagi
perusahaan – perusahaan :
-
Yang
mempunyai pangsa pasar besar di Asia Pasifik : dianjurkan untuk mengadakan
investasi di Indonesia.
-
Yang
daya saing di Eropa menurun : dianjurkan untuk mengadakan usaha patungan di
Indonesia.
e.
Faktor
– faktor penunjang pengembangan industri sesuai dengan prioritas dan sasaran
–sasaran tersebut diantara di atas, perlu di dukung oleh faktor – faktor
penunjang sebagai berikut :
·
Iklim
industri atau iklim usaha menunjang dan dapat menarik minat partisipasi swasta
dalam pengembangan industri perlu terus – menerus dikembangkan melalui berbagai
perangkat kebijaksanaan, utamanya yang meliputi elemen – elemen sebagai berikut
:
-
Kebijaksanaan
penanaman modal
-
Kebijaksanaan
moneter
-
Kebijaksanaan
fiskal
-
Sistem
tarif bea masuk yang dinamis, disesuaikan dengan situasi dan tingkat
perkembangan industri
-
Penganturan
tata ruang wilayah industri
-
Pelayanan
informasi industri
·
Kemampuan
teknologi, rancang bangun dan perekayasaan serta Litbang terapan.
·
Kemampuan
sumber daya manusia, utamanya tenaga profesi dan wiraswasta
·
Prasarana
pendukung, antara lain yaitu transportasi, telekomunikasi, penyediaan informasi
dan utilitas pabrik.
Langkah
Strategi memasuki pasar ekspor yang perlu diperhatika oleh para pengambil
keputusan pada bidang pemasaran
1. Keputusan manajemen untuk melaksanakan
ekspor
Pada umumnya pengusaha bersikap
pesimistis dan defensif. Para pengusaha sangat khawatir bahwa era globalisasi
dan liberalisasi akan membawa bencana karena akan datangnya arus deras dari
luar Indonesia memasuki pasar dalam negeri. Situasi ini dirasakan akan
menghancurkan basis bisnis mereka di dalam negeri. Karena itu pada umumnya
mereka bersikap defensif, berupa keras membentangi diri dengan cara minta
perlindungan pemerintah dengan mengulur waktu berlakunya kebijakan proteksi
seperti penurunan tarif bea masuk dan tindakan protektif lainnya. Upaya ini
mencerminkan sikap defensif dan pesimis ini jelas mencerminkan ketidak mampuan
dan ketidak siapan pengusaha nasioal untuk menghadapi persaingan di dalam
negeri sendiri, apalagi di pasar bebas kawasan ASEAN dan APEC. Pola pikir
pengusaha nasional Indonesia harus dirombak menjadi lebih positif dan agresif.
Dengan semacam itu, mereka akan melihat globalisasi dan liberalisasi sebagai
suatu kesempatan dan peluang untuk melakukan penetrasi pasar luar Indonesia, di
samping tetap memperkuat kedudukan di pasar dalam negeri. Dengan pola pikir
semacam ini, dapat diharapkan pengusaha bisnis Indonesia dalam semua tingkat,
baik pengusaha kecil, menengah, maupun pengusaha besar akan mengambil keputusan
untuk melaksanakan bisnis ekspor.
2. Menetapkan pasar potensial dan segmen
pasar
Setelah mengumpulkan dan menganalisis
kondisi negara tujuan ekspor, segmen pasar yang akan dimasuki. Dengan mengambil
contoh komoditi cornet beef dan dendeng balado di atas, maka dapat diperkirakan
bahwa pasar potensial bagi kedua komoditi tersebut adalah Saudi Arabia.
Saudi Arabia, kendatipun polulasi
penduduknya sedikit, tetapi pendapatan perkapita pendukungnya jauh lebih besar
ketimbang India. Namun faktor yang paling dominan adalah, kendatipun India perpenduduk
banyak, mereka secara budaya anti sapi. Bagi orang India sapi dan daging sapi
adalah binatang suci. Faktor budaya agama, tradisi, iklim merupakan faktor
penting yang perlu di perhatikan. Selain itu pula perlu di perhatikan kebiasaan
yang ada di kalangan segmen pasar yang dipilih. Bila kita memproduksi garmen
(pakaian jadi) untuk segmen pasar wanita remaja dan ingin ekspor ke Jepang,
perlu kita perhatikan tradisi remaja Jepang yang suka merayakan secara besar –
besaran hari raya natal dan tahun baru, kendatipun sebagai besar dari mereka
itu bukan orang kristen. Dengan memperhatikan tradisi remaja semacam ini,
dengan sendirinya pemasaran ekspor ke Jepang harus di lakukan sebelum hari
natal dan tahun baru. Lewat dari waktu itu, ekspor garmen untuk remaja tidak
ada gunanya lagi. Setelah ditentukan pasar potensial dan segmen pasar yang akan
di tangani, langkah selanjutnya adalah menentukan saluran pemasaran (marketing
chanel) yang akan dipakai menyalurkan barang kepada konsumen. Dalam menentukan
saluran pemasaran dapat dipilih cara seperti menunjukan sole importer atau sole
agent di negara tujuan, mendirikan confirming house atau menyerahkannya kepada
general importers.
3. Menentukan strategi operasional
bersama mitra usaha.
Pasar internasional adalah pasar yang
penuh dengan persaingan. Persaingan antar pengusaha dari mancanegara, yang
memperdagangkan komoditi yang sama, di segmen pasar yang sama, di negara yang
sama pula. Oleh karena strategi operasional akan di tetapkan di negara tujuan
ekspor, maka cara yang efektif adalah dengan mengikutsertakan mitra dagang
dengan kita yang ada di negara tujuan itu, yang lebih banyak mengetahui kondisi
persaingan setempat.
Strategi yang perlu di tentukan itu
menyangkut unsur – unsur persaingan dari suatu komoditi seperti pemilihan jenis
komoditi yang cocok untuk suatu wilayah sasaran ekspor, yang sesuai dengan
selera konsumen setempat, harga yang sesuai dengan daya beli segmen pasar
sasaran, waktu penyerahan barang yang sesuai dengan tradisi setempat, pelayanan
purna jual yang memudahkan calon pembeli, syarat pembayaran yang sesuai dengan
kondisi ekonomi negara tujuan. Pendek kata, strategi operasional yang akan
ditetapkan harus sesuai dengan pola dasar bauran pemasaran (marketing mix) yang
sudah dikenal para ahli pemasaran dengan istilah 6 – P (product, price,
promotion, place of distribution, goverment power, power of paliament).
4. Menentukan sistem promosi dan
pemilihan media masa.
Pribahasa mengatakan tak tahu maka tak
kenal, tak kenal maka tak cinta. Dalam pengertian bisnis, hal ini berarti suatu
komiditi yang akan di ekspor perlu di perkenalkan lebih dahulu kepada calon
pembeli dengan tujuan supaya pembeli berminat pada komoditi kita. Kalau mereka
sudah berminat, maka langkah selanjutnya adalah mendorong mereka untuk
menyukainya
Proses memperkenalkan komoditi kepada
calon pembeli di sebut promosi. Promosi dengan sendirinya memegang peranan yang
sangat penting bagi setiap calon eksportir. Langkah selanjutnya adalah memilih
media promosi yang efektif dan efisien.
Pemilihan media yang dapat dipakai,
diantaranya adalah pemeran dagang internasional, brosur, iklan mulai media
cetak, media elektronik seperti televisi, internet, melalui atas perdagangan.
Kamar dagang Indonesia, bahan pengembangan ekspor Indonesia lembaga penunjang
ekspor, dan promosi lain.
5. Mempelajari peta pemasaran komoditi
tertentu.
Sebelum menentukan pasar potensial dan
segmen pasar yang akan dimasuki, sebaliknya kita mempelajari dengan seksama
peta pemasaran dari suatu komoditi tertentu. Cara yang dapat di tempuh
diantaranya adalah dengan mengumpulkan data import dari komoditi yang
rencanakan untuk di ekspor. Misalnya kita ingin mengekspor garmen berupa kemeja
pria dewasa, maka kita coba untuk mengumpulkan data import dari beberapa negara
yang di perkirakan potensial untuk dapat mengimport kemeja dari negara
Indonesia.
Negara – negara yang mempunyai data
import yang tinggi untuk kemeja pria dapat disimpulkan sebagai pasar potensial
dan segmen pasar yang layak untuk digarap.
6. Mempelajari nama dan alamat lengkap
badan – badan promosi.
Setelah menentukan sistem promosi yang
akan ditempuh maka langkah berikutnya adalah mengumpulkan secara nyata nama dan
alamat lengkap dari media promosi yang dipilih, khususnya yang berbeda di
wilayah negara sasaran ekspor. Perlunya nama dan alamat lengkap ini untuk
memudahkan melancarkan kegiatan promosi dari komoditi Indonesia.
7. Menyiapkan brosur dan price list
Supaya calon pembeli mengenal barang
yang kita ekspor, bila mungkin calon pembeli dikirimi contoh barang atau
komoditi yang dimaksud. Namun cara ini memerlukan biaya yang mahal, lazimnya
pengusaha menyiapkan brosur.
Yang dimaksud dengan brosur adalah
penggambaran (visualisasi) dari komoditi dalam bentuk foto, sketsa, lukisan
yang dilengkapi data teknis seperti keterangan lain.
Strategi peningkatan
daya saing industri Ban terhadap penerimaan devisa negara
Mengacu pada kerangka pemikiran
penelitian tersebut, maka penerimaan devisa negara itu sendiri tergantung dari
keberhasilan strategi peningkatan daya saing dan strategi diversifikasi produk,
mengingat penelitian ini di fokuskan kepada strategi peningkatan daya saing
tentunya hasil penelitian ini ingin mengetahui implikasinya terhadap penerimaan
devisa negara.
III.
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Masyarakat
Indonesia sebaiknya menggunakan cara pandang bahwa penerapan MEA pada tahun
2015 bukanlah sebuah ancaman, tapi merupakan tantangan dan peluang yang perlu
dipersiapkan dengan baik secara bersama-sama antara masyarakat, pelaku usaha
dan Pemerintah, sehingga kita semua akan memperoleh keuntungan dan manfaat yang
sebesar-besarnya dengan penerapan MEA tersebut. Kesiapan masyarakat tersebut
terutama pada peningkatan kualitas dari produk-produk yang dihasilkan
masyarakat Indonesia, sehingga memiliki daya saing dan dapat bersaing dengan
produk dari luar.
B. SARAN
Pembuatan
makalah ini sangat jauh dari kesempurnaan, karena keterbatasan sumber yang di
peroleh. Sehingga isi dari makalah ini masih bersifat umum, oleh karena itu
saya berharap agar pembaca bisa mencari sumber yang lain guna membandungkan
dengan pembahasan yang saya buat, guna mengoreksi bila terjadi kesalahan dalam
makalah ini.
Referensi :
Kabupaten Malang, Bappeda. Kabupaten Malang menuju MEA 2015. Malang.
Bappeda Kabupaten Malang, 2015.
Sri Rahayu Safitri. kajian komperatif sistem sertifikasi kompetensi
pustakawan Indonesia terhadap sistem sertifikasi secara internasional guna
meningkatkan daya saing pustakawan dalam menghadapi AFTA pada masyarakat
ekonomi Asean (MEA). Jakarta. Pustaka Nasional RI, 2014.
Indonesia. Departemen Perindustrian. Biro Hubungan Masyarakat. Program
pengembangan industri nasional dalam repelita IV : ringkasan. Jakarta. Biro
Hubungan Masyarakat, Departemen Perindustrian, 1985.
Kebijakan pengembangan industri nasional. Jakarta. Departemen
Perindustrian RI, 1991.
Komentar
Posting Komentar